Pages

Jumat, 30 April 2010

GURU BERWIBAWA

Oleh Ratna Ayu

GAMBARAN UMUM GURU BERWIBAWA

Menurut Concise Oxford English Dictionary, wibawa (authority) dapat diartikan sebagai: (1) kekuatan atau hak untuk memberikan perintah dan menjalankan ketaatan, atau (2) kekuatan untuk mempengaruhi pihak lain berdasarkan pengetahuan atau keahlian yang dimilikinya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa wibawa adalah kekuatan untuk mempengaruhi pihak lain berdasarkan pengetahuan atau keahlian yang dimilikinya sehingga pihak lain tersebut menjalankan ketaatan terhadapnya.

Seorang guru dituntut untuk memiliki kewibawaan. Karena kewibawaan identik dengan menghormati/ mentakjubi/ menghargai/ mengagumi dan sebagainya. Guru yang berwibawa akan dapat mempengaruhi siswa/ anak didiknya khususnya dalam kegiatan pembelajaran sehingga dengan sendirinya akan tumbuh ketaatan pada diri siswa terhadapnya. Dengan demikian, kewibawaan bukanlah alat pendidikan yang negatif dan menekan kebebasan.

KRISIS KEWIBAWAAN GURU

Krisis kewibawaan guru menjadi suatu fenomena akhir-akhir ini. Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya guru yang kurang berwawasan, kurang berkomitmen, kurang bertanggung jawab, serta kurang berkompeten dalam dunia pendidikan. Banyak realita di lapangan yang menunjukkan bahwa guru yang tidak berwibawa memiliki pengetahuan rendah tapi sok tahu, emosional (pemarah, mahal senyum), tidak sesuai antara ucapan dan perbuatan, tidak mampu menjelaskan secara rasional, kurang tegas atau kurang konsisten, kurang menghargai siswa, dan over acting.

Krisis kewibawaan guru ini juga didukung oleh sifat siswa pada saat ini yang menghendaki kebebasan, ingin serba cepat atau instan, lebih kritis dan rasional. Mereka lebih menghargai pengetahuan, teknologi, dan intelegensi.

Krisis kewibawaan ini akan berdampak besar terhadap segala komponen yang terlibat dalam pendidikan yang akhirnya akan berdampak pula pada mutu pendidikan nasional. Seorang guru yang mengalami krisis kewibawaan akan cenderung menggunakan kekuasaan untuk menutupi “ketidakwibawaannya” dan ketidakmampuannya dalam mendidik siswa. Guru tersebut juga akan terhambat dalam berinteraksi di lingkungan pendidikan: harapan yang terlalu tinggi untuk terlihat berwibawa dan dihormati namun tidak diiringi dengan usaha untuk meningkatkan kualitas diri. Akibatnya, segala cara dilakukan untuk mencari “kewibawaan”. Lebih lanjut, hilangnya kewibawaan guru akan menyebabkan siswa tidak menghormati dan mendengar saran-saran dari pendidiknya.

SYARAT MENJADI GURU BERWIBAWA

Menurut Oong Komar (2009):

1. Memiliki wawasan pendidikan yang luas

Seorang guru hendaknya mendidik siswa benar-benar berdasarkan keilmuan/ teori, baik dalam melakukan transfer ilmu dan pengetahuan maupun dalam membina kepribadian siswa.

2. Memiliki komitmen yang kuat

Seorang guru hendaknya memiliki pengabdian diri kepada jabatan guru dengan dilandasi oleh panggilan jiwa sehingga di dalam dirinya tumbuh kesabaran dan ketekunan untuk melaksanakan tugas, tulus menyayangi dan menerima siswa apapun keadaannya. Komitmen yang kuat seorang guru ini sangat penting artinya dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan, akhlak mulia, serta iman dan taqwa.

3. Memiliki tanggung jawab

Seorang guru hendaknya mampu melaksanakan kewajiban tugas profesinya sebagai guru dalam membangun dasar-dasar dari corak kehidupan manusia di masa yang akan datang. Tanggung jawab guru tidak hanya mengajar namun juga mendidik. Mengajar berarti mentransformasi pengetahuan dan keterampilan kepada anak didik, sedangkan mendidik mempunyai arti lebih dari itu, yaitu mentransformasi nilai-nilai dalam rangka pembentukan pribadi anak didik. Dengan demikian, guru merupakan penjaga peradaban dan pelindung kemajuan.

4. Memiliki kompetensi

Seorang guru hendaknya juga memiliki kecakapan dalam melakukan suatu tugas. Kecakapan ini berupa kemampuan dan pengetahuan yang dapat membangkitkan rasa percaya diri dalam melakukan tugasnya dan selanjutnya akan mengundang keseganan dari anak didik. Kecakapan atau kompetensi ini meliputi penguasaan terhadap unsur-unsur: (a) pengenalan peserta didik secara mendalam, (b) penguasaan bidang studi baik disiplin ilmu (diciplinary content) maupun bahan ajar dalam kurikulum sekolah (pedagogical content), (c) penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik yang meliputi perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi proses dan hasil belajar, serta tindak lanjut untuk perbaikan dan pengayaan, dan (d) pengembangan kepribadian dan profesionalisme secara berkelanjutan.

PENTINGNYA KEWIBAWAAN BAGI SEORANG GURU

Guru bukan sekedar bertindak sebagai pengajar atau pemberi pengetahuan (transfer of knowledges), tetapi lebih dari itu, guru sebagai agen pembelajaran (learning agent) yang segenap ucapan, pemikiran, sikap, serta perilakunya diteladani oleh anak didik (transfer of ethics and values). Untuk mendukung tugasnya tersebut, guru dituntut untuk memiliki kewibawaan. Kewibawaan ini penting artinya bagi guru yang bersangkutan maupun hubungannya dengan proses pembelajaran.

Bagi guru yang bersangkutan, sikap wibawa dapat menjadi suatu refleksi diri. Guru tersebut akan menyadari kekurangan serta kelebihan diri dalam menjalankan tugas profesinya sebagai guru. Guru yang berwibawa akan selalu berusaha untuk mengetahui kebutuhan pendidikan anak didiknya dan kemudian mampu melayani kebutuhan mereka itu dengan sebaik-baiknya. Akhirnya, citra diri sebagai guru berwibawa pun terbias. Seorang guru yang santun terhadap ruang dan waktu.

Ketika seorang guru mampu menunjukkan bahwa dirinya memiliki wawasan pendidikan yang luas, komitmen yang kuat, tanggung jawab, dan kompetensi maka dengan sendirinya akan mampu mempengaruhi anak didik khususnya dalam kegiatan pembelajaran sehingga dengan sendirinya akan tumbuh ketaatan pada diri siswa terhadapnya. Ketaatan ini tentu saja akan tumbuh melalui kesadaran yang akhirnya berdampak pada semakin efektifnya proses pembelajaran yang bukan hanya transfer of knowledges, melainkan juga transfer of ethics and values.

Kesimpulannya, seorang guru memang harus berwibawa, karena anak didik memang masih memerlukan panutan.

REFERENSI

Agus Wibowo. 2009. “Menjadi Guru Berwibawa”. Kedaulatan Rakyat. (11 Desember 2009). Hlm. 15.

Budi Elyas. 2009. Wibawa guru di era kesemrawutan global. http://budielyas.blogspot.com. Diakses Jum’at, 29 Januari 2010.

Oxford University. 2001. Concise Oxford English Dictionary (Tenth Edition) on CD-ROM 2001 Version 1.1. (based on Concise Oxford Dictionary 1999, software developed by Tony Smith). UK: Oxford University Press.

HASTA BRATA: FILSAFAT JAWA TENTANG KEPEMIMPINAN (Bagian II)

by Ratna Ayu

Hasta brata adalah filsafat Jawa tentang etika kepemimpinan yang meliputi delapan langkah, perilaku, atau sifat yang harus dimiliki, dipegang teguh, dan dilaksanakan oleh seorang pemimpin dalam mengemban misi kepemimpinannya. Kedelapan langkah ini didasarkan pada watak alam. Namun demikian, ada pula yang menyebutkan bahwa delapan langkah ini didasarkan pada watak para dewa yang masing-masing mewakili sifat benda-benda di alam (Matahari, Bulan, Bintang, Langit atau Mendung, Angin, Laut atau Air, Api, dan Bumi), sebagaimana dijelaskan berikut.

1. Batara Surya (Dewa Matahari): mewakili sifat Matahari (Surya/ Srengenge)

mempunyai tugas menerangi dunia, memberi perkembangan hidup dan kesehatan kepada semua makhluk yang terjadi di siang hari; wataknya pelan, tidak tergesa-gesa, sabar, belas kasih dan bijaksana. Sifat dari Matahari adalah terang benderang memancarkan sinarnya tiada pernah berhenti, segalanya diterangi, diberinya sinar cahaya tanpa pandang bulu.

Sebagaimana Matahari, seorang pemimpin harus bisa memberikan pencerahan kepada rakyat, berhati-hati dalam bertindak seperti jalannya matahari yang tidak tergesa-gesa namun pasti dalam memberikan sinar cahayanya kepada semua makhluk tanpa pilih kasih.

2. Batari Ratih/ Chandra (Dewi Bulan): mewakili sifat Bulan (Candra/ Rembulan)

bertugas menerangi dunia ini bersama-sama dengan Batara Kartika, memberikan sinar kesejukan pada perasaan dan pandangan makhluk di bumi pada malam hari. Sifat Bulan adalah selalu berbuat lembut, ramah dan sabar kepada siapa saja; sebagai planet pengiring matahari, bulan bersinar di kala gelap malam tiba, dan memberikan suasana tenteram dan teduh. Sebagaimana Bulan, seorang pemimpin hendaknya selalu rendah hati, berbudi luhur serta menebarkan suasana tentram kepada rakyat.

3. Batara Kartika/ Ismaya (Dewa Bintang): mewakili sifat Bintang (Kartika/ Sudama/ Lintang)

nama lainnya adalah Sanghyang Ismaya, yang artinya adalah kesucian yang bersinar. Bertugas menerangi dunia ini bersama-sama dengan Batari Ratih, memberikan sinar harapan dan pencerahan kepada makhluk di bumi pada malam hari.

Sifat Bintang adalah menyinari, menghiasi langit di malam hari, menjadi kiblat dan sumber ilmu perbintangan. Sebagaimana Bintang, seorang pemimpin harus bisa menjadi kiblat kesusilaan, budaya dan tingkah laku serta mempunyai konsep berpikir yang jelas. Bercita-cita tinggi mencapai kemajuan bangsa, teguh, tidak mudah terombang-ambing, bertanggung jawab dan dapat dipercaya.

4. Batara Indra (Dewa Langit): mewakili sifat Langit (Angkasa) atau Mendung (Mendhung)

ia menguasaiangkasa, hujan dan petir. Ia menyediakan apa yang diperlukan di dunia, memberikan kesejahteraan dan memberi hujan di bumi. Perwatakannya luhur, pengasih dan cinta kepada seni serta keindahan.

Sifat Langit kadang sangat indah, kadang menakutkan, tetapi kalau sudah berubah menjadi hujan merupakan berkah serta sumber penghidupan bagi semua makhluk hidup.

Sebagaimana Langit, seorang pemimpin harus berwibawa dan menakutkan bagi siapa saja yang berbuat salah dan melanggar peraturan. Namun di samping itu selalu berusaha juga untuk memberikan kesejahteraan.

5. Batara Bayu (Dewa Angin): mewakili sifat Angin (Maruta)

Ia bisa masuk ke mana saja ke seluruh penjuru dunia tanpa kesulitan. Segala perilaku baik atau jelek kasar atau rumit di dunia dapat diketahui olehnya tanpa yang bersangkutan mengetahuinya. Ia melihat keadaan sekaligus memberikan kesejahteraan yang dilaluinya. Perwatakannya gagah berani, kuat, teguh santosa, bersahaja, pendiam dan dahsyat.

Sifat Angin adalah, meskipun tidak tampak tetapi dapat dirasakan berhembus tanpa henti, merata ke seluruh penjuru dan tempat.

Sebagaimana Angin, seorang pemimpin seharusnya bersifat teguh dan bersahaja, selalu dapat mencermati setiap permasalahan dari bangsa yang terjadi, menyuarakan dengan lantang kepentingan rakyat sebagai bagian dari kekuatan berkebangsaan.

6. Batara Baruna (Dewa Laut/ Samudera): mewakili sifat Laut/ Samudera (Samodra) atau Air (Tirta/ Banyu)

di mana sifat Samudera bisa menampung seluruh air sungai dengan segala sesuatu yang ikut mengalir di dalamnya, namun samudera tidak tumpah, dapat menampung apa saja yang jelek ataupun baik, tetap sabar dan berwawasan sangat luas, seluas samudera. Sifat Laut adalah Luas, tidak pernah menolak apapun yang datang memasukinya, menerima dan menjadi wadah apa saja.

Sebagaimana Lautan, seorang pemimpin hendaknya luas hati dan kesabarannya.

Tidak mudah tersinggung bila dikritik, tidak terlena oleh sanjungan dan mampu menampung segala aspirasi rakyat dari golongan maupun suku mana-pun serta bersifat pemaaf.

7. Batara Brama (Dewa Api): mewakili sifat Api (Dahana/ Geni/ Latu/ Agni)

sering diutus untuk memberikan pahala kepada orang yang berjasa dalam kehidupannya. Seorang panglima perang yang ulung yang laksana api dapat membasmi musuh dan segala kejahatan sekaligus bisa menjadi pelita bagi manusia yang sedang dalam kegelapan. Sifat Api adalah panas membara, kalau disulut akan ber kobar membakar, menghangus kan dan memusnahkan apa saja tanpa pandang bulu, tetapi juga sangat diperlukan dalam kehidupan. Sebagaimana Api, seorang pemimpin harus berani menindak siapapun yang bersalah tanpa pilih kasih dengan berpijak kepada kebenaran dan keadilan .

8. Batara Wisnu (Dewa Keabadian dan Kesejahteraan): mewakili sifat Bumi/ Tanah (Pratala/ Lemah/ Bhumi/ Bantala)

yang tugasnya adalah memelihara dan membangun peradaban di bumi ini, perlambang dari Kebijaksanaan. Sifat Bumi sendiri adalah sentosa, suci, pemurah, memberikan segala kebutuhan yang diperlukan makhluk yang hidup di atasnya. Menjadi tumpuan bagi hidup dan pertumbuhan benih dari seluruh makhluk hidup.

Sebagaimana Bumi, seorang pemimpin seharusnya bersifat sentosa, suci hati, pemurah serta selalu berusaha memperjuangkan kehidupan rakyat yang tergambar dalam tutur kata, tindakan serta tingkah laku sehari-hari.

Dalam filsafat kepemimpinan yang lain disebutkan bahwa seorang pemimpin harus yang:

1. bener (benar), artinya seorang pemimpin hendaknya adalah seorang yang benar, yaitu benar atau baik dalam setiap langkah dan tindakannya.

2. kober (meluangkan waktu), artinya seorang pemimpin hendaknya benar-benar mampu meluangkan waktu untuk memikirkan masa depan rakyatnya dan merealisasikannya sebaik mungkin.

3. pinter (pintar atau cerdas), artinya seorang pemimpin hendaknya adalah seorang yang pintar mengambil keputusan terbaik untuk rakyatnya, baik ketika kondisi suka maupun duka.

REFERENSI

Karso Mulyo. 2009. Penafsiran Penulis tentang Nama-Nama pada Tembang “Macapat”. http://pena-batang.blogspot.com.

Listy. 2006. Kepemimpinan Hasta Brata. http://www.freelists.org/post/nasional_list/ppiindia.

Sururudin. 2009. Filsafat Jawa untuk Indonesia. http://sururudin.wordpress.com.

Tomy Arjunanto. 2008. Hasta Brata_01, Tuntunan bagi Kepemimpinan Indonesia. http://tomyarjunanto.wordpress.com.