Pages

Senin, 24 Mei 2010

LEBIH LANJUT TENTANG FILSAFAT DAN FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA: BERDASARKAN CATATAN KULIAH DR. MARSIGIT

Oleh Ratna Ayu

PENDAHULUAN: HUBUNGAN FILSAFAT DAN FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA SECARA UMUM

Filsafat pendidikan matematika merupakan terapan dari filsafat umum sehingga sebelum mempelajarinya kita harus belajar terlebih dahulu mengenai filsafat secara umum. Filsafat pendidikan pada dasarnya menggunakan cara kerja filsafat dan akan menggunakan hasil-hasil dari filsafat, yaitu berupa hasil pemikiran manusia tentang realitas, pengetahuan, dan nilai.

Secara garis besar, filsafat pendidikan matematika membahas mengenai hal-hal berikut.

1. Teori dan paradigma pendidikan matematika.

2. Karakteristik pendidikan matematika.

3. Filsafat pendidikan matematika dengan memahami terlebih dahulu mengenai filsafat matematika.

Ketiganya akan dibahas lebih lanjut pada pertemuan-pertemuan berikutnya. Pertemuan ini kita akan membahas terlebih dahulu mengenai filsafat secara umum.

KONSEP FILSAFAT UMUM HUBUNGANNYA DENGAN PSIKOLOGI

Ketika kita mempelajari konsep filsafat, ini berarti kita sedang mempelajari konsep filsafat dan psikologi. Demikian disampaikan Dr. Marsigit pada pertemuan pertama perkuliahan filsafat pendidikan matematika di kelas kami. Hal ini dapat dipahami karena dalam mempelajari filsafat kita dituntut untuk dapat mengutarakan suatu permasalahan secara persis, mencari solusi dari permasalahan tersebut, kemudian memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk permasalahan tersebut. Dalam memenuhi tuntutan tersebut, dapat dikatakan bahwa kondisi psikologis seseorang secara otomatis akan ikut andil dalam upaya penyelesaian suatu masalah secara filsafati. Kondisi psikologis yang baik dan cenderung stabil akan mendukung seseorang dalam mempelajari filsafat secara terarah sehingga pemahamannya mengenai filsafat pun akan membawanya ke arah yang lebih baik. Sebaliknya, kondisi psikologis yang kurang baik dan cenderung labil akan membawa seseorang pada pemahaman filsafat yang cenderung parsial, yang pada akhirnya bisa jadi malah menyeretnya kepada pengembaraan pikiran yang cenderung ‘berbahaya’. Bahkan lebih lanjut hal ini akan menjadi lebih ‘berbahaya’ jika telah direalisasikan dalam bentuk tindakan nyata.

BERPIKIR DAN BELAJAR FILSAFAT

Suatu pengetahuan akan diperoleh seseorang setelah di dalam dirinya muncul rasa ingin tau yang diiringi dengan kesadaran, kemudian berlanjut pada pertanyaan, sebagai hasil berpikir.

Dalam mempelajari filsafat, terdapat dua metode berpikir, yaitu: intensif dan ekstensif. Intensif merupakan metode berpikir filsafat ke dalam (radix) sedangkan ekstensif adalah metode berpikir yang membutuhkan referensi, misalnya berdasarkan hasil pengamatannya terhadap benda-benda di sekitarnya. Sumber belajar filsafat ada yang dekat dan ada pula yang jauh. Sumber yang dekat berupa materi sedangkan sumber yang jauh adalah spiritual.

ADAB DALAM MEMPELAJARI FILSAFAT

Sebagaimana lazimnya ketika kita akan melakukan sesuatu hal, sudah semestinya kita mengetahui terlebih dahulu adab-adabnya. Demikian halnya dalam mempelajari filsafat. Berikut ini akan dibahas mengenai adab-adab dalam mempelajari filsafat.

1. Membuka diri

Adab membuka diri ini dapat dilakukan dengan cara berusaha membawa kesadaran kita ke titik nol. Jika pikiran kita saat ini sedang mengembara maka usahakan agar ia tetap terkontrol sehingga kita dapat membuatnya untuk berhenti sejenak, beristirahat, kemudian mengajak pikiran tersebut untuk memikirkan suatu permasalahan secara filsafati.

Ketika kita membawa kesadaran kita ke titik nol, hal ini sama artinya dengan kita berusaha untuk berpikir bebas, tanpa terpasung dalam dogma-dogma yang ada sebelumnya. Sebagai contoh, coba kunjungi blog Dr. Marsigit, http://powermathematics.blogspot.com. Pada bulan Maret 2010 Beliau menulis elegi yang berjudul “Elegi Membongkar Mitos Teori Kemampuan Otak”. Elegi ini berusaha mengungkap bahwa kemampuan otak itu adalah kemampuan berpikir. Berpikir itu sangat kompleks. Bahkan keadaan kejiwaan dan pengalaman sosial juga bisa mempengaruhi kemampuan berpikir seseorang. Keadaan sakit atau cacat juga bisa mempengaruhi kemampuan berpikir seseorang. Keyakinan juga berpengaruh terhadap kemampuan berpikir seseorang. Dengan demikian, kita diajak berpikir dengan cara yang ‘berbeda’ dalam memahami teori kemampuan otak. Bukan hanya sekedar ‘mengimani’ teori yang sudah ada, melainkan lebih kreatif lagi untuk memikirkan hal lain.

Berikut ini saya nukilkan tulisan dari buku “Deep Thinking” karya Harun Yahya, yang dalam terjemahannya diberi judul “Bagaimana Seorang Muslim Berfikir”.

Manusia adalah makhluk yang dilengkapi Allah sarana berpikir. Namun sayang, kebanyakan mereka tidak menggunakan sarana yang teramat penting ini sebagaimana mestinya. Bahkan pada kenyataannya sebagian manusia hampir tidak pernah berpikir.

Sebenarnya, setiap orang memiliki tingkat kemampuan berpikir yang seringkali ia sendiri tidak menyadarinya. Ketika mulai menggunakan kemampuan berpikir tersebut, fakta-fakta yang sampai sekarang tidak mampu diketahuinya, lambat-laun mulai terbuka di hadapannya. Semakin dalam ia berpikir, semakin bertambahlah kemampuan berpikirnya dan hal ini mungkin sekali berlaku bagi setiap orang. Harus disadari bahwa tiap orang mempunyai kebutuhan untuk berpikir serta menggunakan akalnya semaksimal mungkin.

Deep thinking. Itulah istilah dari Harun Yahya yang sekiranya cukup mewakili maksud dari adab pertama dalam mempelajari filsafat, membuka diri dengan memunculkan kesadaran kembali ke titik nol.

2. Niat dan semangat

Setelah adab pertama yaitu membuka diri kita laksanakan, adab selanjutnya yang wajib kita miliki adalah niat dan semangat. Belajar filsafat membutuhkan niat dan semangat sebagaimana ketika kita ingin belajar hal-hal lain. Niat dan semangat yang kuat akan menjadi motivasi serta energi bagi kita dalam mempelajari filsafat secara kontinu dan terarah.

Belajar filsafat dapat dilakukan dengan banyak membaca teori-teori para filsuf dengan disertai kesadaran bahwa filsafat itu tidak hanya cair, tapi ia adalah oksigen yang mengisi. Adapun kegiatan-kegiatan yang tercakup dalam filsafat secara urut adalah sebagai berikut.

a. Tindakan

b. Tulisan

c. Perkataan

d. Pikiran

e. Hati

f. Ibadah

Semakin ke bawah artinya kegiatan tersebut semakin halus atau fleksibel secara filsafati. Sebagai contoh, pikiran itu lebih halus daripada perkataan karena perkataan kadang tidak akan mampu menjelaskan sebenar-benar pikiran. Demikian halnya dengan hati. Hati lebih halus daripada pikiran karena pikiran kadang tidak akan mampu menjelaskan sebenar-benar hati. Dengan demikian, berdasarkan urutan kegiatannya, tindakan merupakan kegiatan filsafat yang paling keras dan kasar, sedangkan hal-hal yang secara filsafati tidak dapat ditolerir adalah hati dan keyakinan dalam beribadah.

Semakin ke atas artinya kegiatan tersebut meng-cover atau merangkum kegiatan-kegiatan di atasnya. Sebagai contoh, kegiatan ibadah meliputi tindakan, tulisan, perkataan, pikiran, dan hati. Kelima hal ini akan menjadi cermin dari pelaksanaan kegiatan ibadah yang kita lakukan. Jika kita beribadah secara benar sesuai tuntunan agama maka tindakan, tulisan, perkataan, pikiran, dan hati kita pun akan sesuai dengan kaidah sebagai insan beragama.

3. Berusaha memahami konsep dasar filsafat dan metode untuk mempelajarinya

Konsep dasar filsafat meliputi hal-hal sebagai berikut.

a. Ruang lingkup atau area filsafat, yang meliputi: area ontologi (hakikat), area epistemologi (metode/ cara), dan aksiologi (estetika moral).

b. Bahasa filsafat, yaitu bahasa analog artinya filsafat menjelaskan suatu hal atau permasalahan secara analogi melalui pertistiwa tertentu. Jadi ketika kita mempelajari filsafat, kita harus benar-benar memahaminya karena jika kita tidak benar-benar memahami dan hanya mengambil sepenggal-sepengal saja, dapat menyebabkan kita salah persepsi.

c. Objek filsafat, yang meliputi: objek material (yang menjadi isinya, yaitu semua yang ada dan yang mungkin ada) serta objek formal (yang menjadi wadahnya, yaitu pikiran).

Metode untuk mempelajari filsafat adalah hermeunitika, yaitu dengan menterjemahkan dan diterjemahkan mengenai fenomena alam. Hermeunitika sendiri berasal dari bahasa Yunani hermeun yang artinya dewa pembisik. Dengan demikian, mempelajari filsafat sama artinya dengan mempelajari bisikan, misalnya bisikan alam, bisikan mimpi.

Hermeunitika dapat berbentuk fungsi linear (misalnya waktu) dan dapat pula berbentuk siklik/ spiral/ cycle/ melingkar (misalnya hal-hal yang berulang).

4. Mengetahui sifat-sifat filsafat

Misalnya sifat filsafat yang mensejarah tentang semua yang ada dan yang mungkin ada karena senyatanya kita tidak akan mampu memikirkan diri kita tanpa ada masa lalu kita. Sifat-sifat filsafat dapat diketahui secara intensif maupun secara ekstensif. Secara intensif adalah dengan berpikir ke dalam diri sendiri, sedangkan secara ekstensif adalah dengan menggunakan referensi-referensi atau benda-benda yang ada di sekeliling kita.

5. Membongkar prinsip-prinsip yang ada di dunia

Pada dasarnya, terdapat dua prinsip di dunia ini, yaitu:

a. Prinsip identitas, yaitu jika subjek sama dengan predikatnya. Contohnya yaitu “fulan adalah fulan”. Dalam prinsip ini, meskipun si fulan berprofesi sebagai seorang dokter misalnya, tidak dapat dikatakan bahwa “fulan adalah doktek” karena “fulan” dan “dokter” adalah dua hal yang berbeda. “Fulan” bukanlah “dokter” karena “dokter” bukanlah “fulan”.

b. Prinsip kontradiksi, yaitu prinsip selain identitas. Dengan adanya kontradiksi maka akan diproleh pengetahuan. Hal ini dapat dipahami karena kontradiksi akan membawa kita untuk memikirkan dua hal yang berbeda sehingga terjadi proses hermeunitika yang pada akhirnya kita dapat menarik kesimpulan atas hal-hal tersebut. Itulah pengetahuan. Berdasarkan contoh pada (a), “fulan adalah dokter” merupakan contoh penggunaan prinsip kontradiksi.

Untuk memahami lebih lanjut mengenai dua prinsip ini, silakan kunjungi blog Dr. Marsigit, http://powermathematics.blogspot.com. Pada bulan April 2010 Beliau menulis elegi yang berjudul “Elegi Ayat Bertemu Ayat”. Dalam elegi ini dijelaskan bahwa ternyata pernyataan “ayat bertemu ayat” itu adalah struktur dunia yang lengkap. Di dunia ini hanya ada dua prinsip saja yaitu prinsip identitas dan prinsip kontradiksi. Dengan demikian, seluruh hidup kita akan dapat tertampung di dalam formula “ayat bertemu ayat”. Pada “ayat bertemu ayat” maka “ayat” kedua dapat dimaknai sebagai “ayat” yang berbeda dengan “ayat” pertama. Itulah prinsip kontradiksi. Ini berarti bahwa jika “ayat” pertama sama dengan “ayat” kedua maka berlaku prinsip identitas.

6. Berpacu dengan sumber

Sumber yang dimaksudkan di dalam perkuliahan ini adalah dosen. Kita harus membaca filsafat sebanyak-banyaknya, baik itu referensi-referensi mengenai teori-teori filsafat maupun aplikatifnya yang berupa tulisan hasil pemikiran seseorang. Banyak membaca elegi dalam blog Dr. Marsigit dapat membantu kita mempelajari dan memahami filsafat.

Jika kita tidak berusaha untuk berpacu dengan sumber maka kita sendiri yang akan “tertelan” dalamnya. Kita hanya akan menjadi objek. Kita akan “dianggap tidak ada”. Kita akan “termakan” oleh mitos-mitos kita sendiri karena ternyata banyak sekali hal-hal yang selama ini kita yakini dan kita anut hanyalah mitos belaka.

Mitos yang sering muncul ketika kita mempelajari filsafat misalnya adalah mempelajari filsafat akan semakin menjauhkan kita dari Tuhan. Padahal yang sebenarnya terjadi adalah sebaliknya, dengan belajar filsafat kita dapat meningkatkan kadar keimanan dan ketaqwaan kita kepada-Nya. Filsafat bertujuan mengajak manusia untuk “berpikir sebagaimana mestinya” dan mengarahkan mereka untuk “berpikir sebagaimana mestinya”. Seseorang yang tidak berpikir berada sangat jauh dari kebenaran dan menjalani sebuah kehidupan yang penuh kepalsuan dan kesesatan. Akibatnya, ia tidak akan mengetahui tujuan penciptaan alam dan arti keberadaan dirinya di dunia.

REFERENSI

Marsigit. 2010. “Elegi Membongkar Mitos Teori Kemampuan Otak”. http://powermathematics.blogspot.com. Diakses Minggu, 4 April 2010.

Marsigit. 2010. “Elegi Ayat Bertemu Ayat”. http://powermathematics.blogspot.com. Diakses Sabtu, 17 April 2010.

Yahya, Harun. 2004. Bagaimana Seorang Muslim Berpikir (terjemahan dari Deep Thinking). Diakses dari www.pakdenono.com berdasarkan situs aslinya info@harunyahya.com.

Minggu, 16 Mei 2010

APA ITU FILSAFAT? (ARTI KATA “FILSAFAT” SECARA ETIMOLOGIS DAN TERMINOLOGIS)

oleh Ratna Ayu

Berdasarkan etimologinya, kata “filsafat” dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Yunani philosophia yang terdiri dari dua kata, yaitu philein (mencintai) atau philia (cinta) atau philos (sahabat, kekasih) dan sophia (kebijaksanaan, kearifan). Jadi, filsafat dapat diartikan sebagai “cinta kebijaksanaan”. Orang yang mempelajari serta mendalami filsafat disebut “filsuf”.

Selain dalam bahasa Indonesia, philosophia juga diserap ke dalam berbagai bahasa sehingga akhirnya melahirkan beragam kata, diantaranya: falsafah dalam bahasa Arab, filosofi dalam bahasa Belanda, dan philosophy dalam bahasa Inggris.

Secara terminologis, pengertian filsafat (philosophy) menurut Concise Oxford English Dictionary (Tenth Edition) adalah:

  1. studi tentang hakikat dasar dari pengetahuan, kenyataan, dan keberadaan (eksistensi)

  2. studi tentang dasar-dasar teoritis dari suatu cabang pengetahuan atau pengalaman

  3. suatu teori atau sikap yang memandu perilaku seseorang

Selain itu, para ahli filsafat juga memberikan pendapatnya masing-masing mengenai pengertian filsafat sebagai berikut.

  1. Filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada (Plato).

  2. Filsafat menyelidiki sebab dan asas segala benda (Aristoteles).

  3. Filsafat adalah pengetahuan tentang sesuatu yang maha agung dan usaha untuk mencapainya (Marcus Tullius Cicero).

  4. Filsafat adalah ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang mencakup di dalamnya 4 persoalan, yaitu: (a) apakah yang dapat kita ketahui (dijawab dengan Metafisika), (b) apakah yang boleh kita kerjakan (dijawab dengan Etika), (c) sampai dimanakah pengharapan kita (dijawab dengan Agama), dan (d) apakah yang dinamakan manusia (dijawab dengan Antropologi) (Immanuel Kant).

  5. Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan, yang meliputi: (a) suatu sikap tentang hidup dan tentang alam, (b) suatu metode pemikiran reflektif dan penyelidikan berdasarkan akal, (c) suatu perangkat masalah, dan (d) suatu perangkat teori atau isi pikiran (Harold H. Titus).

  6. Filsafat adalah penjelasan yang rasional dari segala yang ada, penjajagan (upaya) terhadap realitas yang terakhir (James K. Feibleman).

  7. Filsafat adalah sistem kebenaran tentang segala sesuatu yang dipersoalkan secara radikal, sistematik, dan universal (Sidi Gazalba).

  8. Filsafat adalah berpikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat tradisi, dogma, atau agama) dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai ke dasar-dasar persoalan (Harun Nasution).

  9. Filsafat adalah suatu ikhtiyar untuk berpikir radikal dalam arti mulai dari radix suatu gejala dari akar suatu hal yang hendak dimasalahkan, dan dengan jalan penjajagan yang radikal filsafat berusaha untuk sampai kepada kesimpulan-kesimpulan yang universal (Fuad Hassan).

  10. Filsafat adalah refleksi menyeluruh tentang segala sesuatu yang disusun secara sistematis, diuji kritis, demi hakikat kebenarannya yang mendalam serta demi makna kehidupan manusia di tengah-tengah allam semesta (Damardjati Supadjar).

REFERENSI

H, Giza. Pengantar Filsafat. Diakses dari http://massofa.wordpress.com pada hari Sabtu, 13 Februari 2010.

Imanka. 2009. http://www.parapemikir.com/indo/arti-kata-filsafat.html. Diakses Kamis, 11 Maret 2010.

Liza. 2006. Pengantar Filsafat dan Ilmu. Cirebon: Program Pascasarjana STAIN Cirebon. Diakses dari http://massofa.wordpress.com pada hari Sabtu, 13 Februari 2010.

Oxford University. 2001. Concise Oxford English Dictionary (Tenth Edition) on CD-ROM 2001 Version 1.1. (based on Concise Oxford Dictionary 1999, software developed by Tony Smith). UK: Oxford University Press.

Wikipedia. 2010. Filsafat. http://id.wikipedia.org/wiki/Filsafat. Diakses Kamis, 11 Maret 2010.

Jumat, 30 April 2010

GURU BERWIBAWA

Oleh Ratna Ayu

GAMBARAN UMUM GURU BERWIBAWA

Menurut Concise Oxford English Dictionary, wibawa (authority) dapat diartikan sebagai: (1) kekuatan atau hak untuk memberikan perintah dan menjalankan ketaatan, atau (2) kekuatan untuk mempengaruhi pihak lain berdasarkan pengetahuan atau keahlian yang dimilikinya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa wibawa adalah kekuatan untuk mempengaruhi pihak lain berdasarkan pengetahuan atau keahlian yang dimilikinya sehingga pihak lain tersebut menjalankan ketaatan terhadapnya.

Seorang guru dituntut untuk memiliki kewibawaan. Karena kewibawaan identik dengan menghormati/ mentakjubi/ menghargai/ mengagumi dan sebagainya. Guru yang berwibawa akan dapat mempengaruhi siswa/ anak didiknya khususnya dalam kegiatan pembelajaran sehingga dengan sendirinya akan tumbuh ketaatan pada diri siswa terhadapnya. Dengan demikian, kewibawaan bukanlah alat pendidikan yang negatif dan menekan kebebasan.

KRISIS KEWIBAWAAN GURU

Krisis kewibawaan guru menjadi suatu fenomena akhir-akhir ini. Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya guru yang kurang berwawasan, kurang berkomitmen, kurang bertanggung jawab, serta kurang berkompeten dalam dunia pendidikan. Banyak realita di lapangan yang menunjukkan bahwa guru yang tidak berwibawa memiliki pengetahuan rendah tapi sok tahu, emosional (pemarah, mahal senyum), tidak sesuai antara ucapan dan perbuatan, tidak mampu menjelaskan secara rasional, kurang tegas atau kurang konsisten, kurang menghargai siswa, dan over acting.

Krisis kewibawaan guru ini juga didukung oleh sifat siswa pada saat ini yang menghendaki kebebasan, ingin serba cepat atau instan, lebih kritis dan rasional. Mereka lebih menghargai pengetahuan, teknologi, dan intelegensi.

Krisis kewibawaan ini akan berdampak besar terhadap segala komponen yang terlibat dalam pendidikan yang akhirnya akan berdampak pula pada mutu pendidikan nasional. Seorang guru yang mengalami krisis kewibawaan akan cenderung menggunakan kekuasaan untuk menutupi “ketidakwibawaannya” dan ketidakmampuannya dalam mendidik siswa. Guru tersebut juga akan terhambat dalam berinteraksi di lingkungan pendidikan: harapan yang terlalu tinggi untuk terlihat berwibawa dan dihormati namun tidak diiringi dengan usaha untuk meningkatkan kualitas diri. Akibatnya, segala cara dilakukan untuk mencari “kewibawaan”. Lebih lanjut, hilangnya kewibawaan guru akan menyebabkan siswa tidak menghormati dan mendengar saran-saran dari pendidiknya.

SYARAT MENJADI GURU BERWIBAWA

Menurut Oong Komar (2009):

1. Memiliki wawasan pendidikan yang luas

Seorang guru hendaknya mendidik siswa benar-benar berdasarkan keilmuan/ teori, baik dalam melakukan transfer ilmu dan pengetahuan maupun dalam membina kepribadian siswa.

2. Memiliki komitmen yang kuat

Seorang guru hendaknya memiliki pengabdian diri kepada jabatan guru dengan dilandasi oleh panggilan jiwa sehingga di dalam dirinya tumbuh kesabaran dan ketekunan untuk melaksanakan tugas, tulus menyayangi dan menerima siswa apapun keadaannya. Komitmen yang kuat seorang guru ini sangat penting artinya dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan, akhlak mulia, serta iman dan taqwa.

3. Memiliki tanggung jawab

Seorang guru hendaknya mampu melaksanakan kewajiban tugas profesinya sebagai guru dalam membangun dasar-dasar dari corak kehidupan manusia di masa yang akan datang. Tanggung jawab guru tidak hanya mengajar namun juga mendidik. Mengajar berarti mentransformasi pengetahuan dan keterampilan kepada anak didik, sedangkan mendidik mempunyai arti lebih dari itu, yaitu mentransformasi nilai-nilai dalam rangka pembentukan pribadi anak didik. Dengan demikian, guru merupakan penjaga peradaban dan pelindung kemajuan.

4. Memiliki kompetensi

Seorang guru hendaknya juga memiliki kecakapan dalam melakukan suatu tugas. Kecakapan ini berupa kemampuan dan pengetahuan yang dapat membangkitkan rasa percaya diri dalam melakukan tugasnya dan selanjutnya akan mengundang keseganan dari anak didik. Kecakapan atau kompetensi ini meliputi penguasaan terhadap unsur-unsur: (a) pengenalan peserta didik secara mendalam, (b) penguasaan bidang studi baik disiplin ilmu (diciplinary content) maupun bahan ajar dalam kurikulum sekolah (pedagogical content), (c) penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik yang meliputi perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi proses dan hasil belajar, serta tindak lanjut untuk perbaikan dan pengayaan, dan (d) pengembangan kepribadian dan profesionalisme secara berkelanjutan.

PENTINGNYA KEWIBAWAAN BAGI SEORANG GURU

Guru bukan sekedar bertindak sebagai pengajar atau pemberi pengetahuan (transfer of knowledges), tetapi lebih dari itu, guru sebagai agen pembelajaran (learning agent) yang segenap ucapan, pemikiran, sikap, serta perilakunya diteladani oleh anak didik (transfer of ethics and values). Untuk mendukung tugasnya tersebut, guru dituntut untuk memiliki kewibawaan. Kewibawaan ini penting artinya bagi guru yang bersangkutan maupun hubungannya dengan proses pembelajaran.

Bagi guru yang bersangkutan, sikap wibawa dapat menjadi suatu refleksi diri. Guru tersebut akan menyadari kekurangan serta kelebihan diri dalam menjalankan tugas profesinya sebagai guru. Guru yang berwibawa akan selalu berusaha untuk mengetahui kebutuhan pendidikan anak didiknya dan kemudian mampu melayani kebutuhan mereka itu dengan sebaik-baiknya. Akhirnya, citra diri sebagai guru berwibawa pun terbias. Seorang guru yang santun terhadap ruang dan waktu.

Ketika seorang guru mampu menunjukkan bahwa dirinya memiliki wawasan pendidikan yang luas, komitmen yang kuat, tanggung jawab, dan kompetensi maka dengan sendirinya akan mampu mempengaruhi anak didik khususnya dalam kegiatan pembelajaran sehingga dengan sendirinya akan tumbuh ketaatan pada diri siswa terhadapnya. Ketaatan ini tentu saja akan tumbuh melalui kesadaran yang akhirnya berdampak pada semakin efektifnya proses pembelajaran yang bukan hanya transfer of knowledges, melainkan juga transfer of ethics and values.

Kesimpulannya, seorang guru memang harus berwibawa, karena anak didik memang masih memerlukan panutan.

REFERENSI

Agus Wibowo. 2009. “Menjadi Guru Berwibawa”. Kedaulatan Rakyat. (11 Desember 2009). Hlm. 15.

Budi Elyas. 2009. Wibawa guru di era kesemrawutan global. http://budielyas.blogspot.com. Diakses Jum’at, 29 Januari 2010.

Oxford University. 2001. Concise Oxford English Dictionary (Tenth Edition) on CD-ROM 2001 Version 1.1. (based on Concise Oxford Dictionary 1999, software developed by Tony Smith). UK: Oxford University Press.